JAKARTA - Pergerakan harga minyak dunia kembali mengalami tekanan pada perdagangan, seiring pelaku pasar menghadapi kombinasi data ekonomi yang melemah serta kinerja pasar ekuitas global yang turut goyah.
Meskipun terdapat indikasi penurunan persediaan bahan bakar di Amerika Serikat (AS) yang dapat menjadi penahan tekanan lebih dalam, sentimen terhadap permintaan energi global tetap terperangkap dalam pola melemah.
Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 37 sen (0,6%) menjadi US$ 64,07 per barel pada pukul 14.19 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 43 sen (0,7%) ke level US$ 60,13 per barel. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif yang berlangsung selama beberapa sesi terakhir.
Tekanan Datang dari Data Ekonomi dan Penguatan Dolar AS
Analis UBS, Giovanni Staunovo, menjelaskan bahwa pergerakan harga minyak sangat dipengaruhi oleh penurunan pasar saham global, yang memicu pergeseran sentimen risiko.
Harga minyak “mengikuti penurunan ekuitas, karena pergeseran sentimen risiko telah menjadi pendorong penting dalam beberapa hari terakhir,” ujarnya.
Selain itu, rilis data ekonomi dari dua negara pengimpor minyak terbesar dunia memperburuk persepsi pasar terhadap prospek permintaan energi. Aktivitas pabrik di China menyusut selama tujuh bulan berturut-turut pada Oktober, sementara sektor manufaktur AS justru mengalami kontraksi selama delapan bulan berturut-turut di bulan yang sama.
Tidak hanya itu, indeks dolar AS menguat ke level tertinggi dalam tiga bulan, didorong oleh perpecahan pandangan di internal Federal Reserve (The Fed) terkait peluang penurunan suku bunga pada Desember.
Dengan menguatnya dolar, harga minyak yang diperdagangkan dalam denominasi dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain—sebuah kondisi yang biasanya menekan permintaan.
Analis PVM, Tamas Varga, menambahkan bahwa kombinasi pelemahan ekonomi global dan reli dolar menjadi beban berat bagi harga minyak, meski penurunan stok bahan bakar AS memberikan sedikit penahan.
Stok Minyak AS Campuran, tetapi Penurunan Bahan Bakar Beri Dukungan
Data American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat 6,52 juta barel pada pekan yang berakhir 31 Oktober. Namun, stok bahan bakar justru mengalami penurunan tajam.
Stok bensin turun 5,65 juta barel
Stok distilat turun 2,46 juta barel
Penurunan stok bensin dan distilat menjadi sinyal positif bagi pasar karena menunjukkan konsumsi bahan bakar tetap terjaga di tengah kondisi ekonomi global yang melemah. Namun, lonjakan stok minyak mentah membayangi potensi kenaikan harga yang lebih kuat.
Dalam kondisi normal, penurunan suku bunga biasanya menjadi faktor pendorong permintaan minyak. Namun ketidakpastian sikap The Fed saat ini membuat pasar ragu momentum tersebut dapat muncul dalam waktu dekat.
Gangguan Pasokan: Serangan Drone Rusia dan Penurunan Produksi Kazakhstan
Di tengah tekanan dari sisi permintaan, pasar juga menghadapi perkembangan terpisah dari sisi penawaran. Pasokan minyak Rusia kembali terganggu setelah pelabuhan Tuapse di Laut Hitam menangguhkan ekspor bahan bakar akibat serangan pesawat nirawak Ukraina pada infrastruktur penting, termasuk fasilitas kilang.
Kilang di kawasan tersebut menghentikan proses produksi minyak mentah, sebagaimana diungkapkan dua sumber industri serta data pelacakan kapal LSEG.
Gangguan pasokan tidak hanya terjadi di Rusia. Kazakhstan, salah satu produsen minyak utama di kawasan Eurasia, melaporkan bahwa produksi minyak mentah—tidak termasuk kondensat gas—turun 10% menjadi 1,69 juta barel per hari pada bulan lalu. Meski demikian, angka produksi tersebut masih berada di atas kuota yang ditetapkan oleh OPEC+.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) beserta sekutunya telah menyepakati peningkatan produksi sebesar 137.000 barel per hari untuk bulan Desember. Namun pemerintah memutuskan untuk menghentikan rencana kenaikan produksi lebih lanjut pada kuartal I/2026, mengindikasikan kehati-hatian dalam menjaga stabilitas harga global.
Prospek Pasar: Sentimen Masih Rawan Tekanan
Kondisi pasar minyak global saat ini berada dalam lanskap yang sensitif terhadap berbagai faktor, baik dari sisi permintaan maupun pasokan.
Di satu sisi, pelemahan ekonomi di negara-negara konsumen minyak terbesar menciptakan kekhawatiran terhadap penurunan kebutuhan energi global. Di sisi lain, gangguan pasokan dari Rusia dan penurunan produksi di Kazakhstan menjadi faktor penahan yang mencegah harga minyak jatuh lebih dalam.
Dengan dolar AS yang terus menguat dan outlook suku bunga The Fed yang masih tidak pasti, pasar kemungkinan akan bergerak dalam rentang volatil dalam beberapa pekan mendatang. Pelaku pasar masih akan mencermati arah kebijakan moneter AS serta perkembangan geopolitik yang dapat mempengaruhi arus perdagangan minyak dunia.
Dalam situasi ini, penguatan harga minyak memerlukan kombinasi sinyal positif yang solid—baik dari perbaikan pabrik China, pemulihan manufaktur AS, maupun penurunan signifikan stok minyak mentah AS.